Oleh : Ias Muhlashin, S.H. M.H
Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran dan Kaprodi FH UNDHI
Dalam hukum tata negara, kedaulatan rakyat adalah prinsip fundamental yang menegaskan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Demokrasi di Indonesia tidak hanya sebatas prosedur elektoral, tetapi harus diwujudkan secara substansial melalui keadilan, keterbukaan, dan kesetaraan.
Namun, dinamika sosial politik hari ini menunjukkan adanya tantangan serius. Sikap dan pola komunikasi DPR dinilai kurang bijak dalam merespons situasi. Alih-alih memperlihatkan kedekatan dengan rakyat, gaya komunikasi yang kaku dan elitis justru memperlebar jarak. Kondisi ini memperkeruh suasana dan menimbulkan kesan bahwa wakil rakyat belum sepenuhnya mencerminkan aspirasi masyarakat.
Di sisi lain, protes rakyat tidak muncul begitu saja. Ia merupakan akumulasi dari rasa kecewa yang sudah lama tersimpan. Pelayanan aparat yang dinilai kurang humanis, diperparah dengan insiden seorang pengemudi ojek online yang terlindas aparat, menjadi pemicu tambahan yang memperburuk keadaan. Peristiwa ini menjadi tanda adanya jurang kepercayaan yang mendalam antara masyarakat dan aparat penegak hukum.
Dalam demokrasi, segala kemungkinan bisa terjadi. Aksi rakyat bisa murni lahir dari keresahan sosial, namun tidak tertutup kemungkinan juga dipengaruhi oleh kelompok tertentu yang merasa terganggu oleh keberanian negara menyentuh isu-isu yang sebelumnya tabu sejak era reformasi. Hal ini menegaskan pentingnya konsistensi negara dalam menjaga demokrasi agar tidak terjebak dalam praktik pembajakan kekuasaan.
Selain itu, perkembangan era digital menambah kompleksitas. Media sosial dapat menyulut emosi publik hanya melalui potongan informasi yang belum tentu benar. Fenomena ini menandakan pentingnya literasi digital dan pendidikan politik yang merata, agar masyarakat tidak menjadi korban provokasi, melainkan aktor kritis dalam kehidupan demokratis.
Pada akhirnya, semua pihak harus menyadari bahwa kita adalah rakyat yang sama, bangsa yang sama, dan hidup bersama dalam bingkai NKRI. Perbedaan aspirasi adalah hal wajar dalam demokrasi, tetapi harus dikelola dengan semangat persatuan. Hanya dengan kedekatan antara rakyat, wakil rakyat, aparat, dan pemerintah, cita-cita reformasi dapat terus dijaga.
Peristiwa yang kita saksikan hari ini seharusnya tidak dijadikan alasan untuk saling menyalahkan, melainkan momentum untuk bermuhasabah bersama. DPR harus memperbaiki komunikasi politiknya, aparat perlu lebih humanis, dan rakyat pun bijak dalam menyikapi informasi. Kita tidak boleh lupa, tujuan bernegara adalah menghadirkan keadilan dan kesejahteraan bagi semua. Mari menjaga demokrasi dengan kedewasaan, tanpa kehilangan persaudaraan. Karena pada akhirnya, Indonesia hanya akan kuat jika kita bersatu sebagai bangsa, bukan tercerai-berai oleh perbedaan.